ALLAH MENGUTUS RASUL DAN MENURUNKAN KITAB SUCI

23.59 |

ALLAH MENGUTUS RASUL DAN MENURUNKAN KITAB SUCI
Dalam bab-bab awal, kita telah melihat contoh dan bukti yang membantu kita merenungkan dan memahami kekuasaan dan kebesaran Allah. Mengapa Allah menganugerahi kita dengan kemampuan berpikir dan mencari sebab sesuatu? Agar kita mengenal-Nya. Allah juga menurunkan untuk kita kitab suci untuk memperkenalkan diri-Nya. Dia menyampaikan apa yang dikehendaki-Nya dalam kitab suci itu. Allah menugaskan dan mengutus orang-orang yang menjadi contoh untuk manusia dengan amal perbuatan yang terpuji. Melalui para utusan ini, pesan sesungguhnya dan wahyu dari Allah menjadi petunjuk untuk umat manusia.

Satu-satunya kitab wahyu dari Allah yang tetap terjaga kemurniannya adalah Al Qur'an.
Sulit mengetahui dengan pasti berapa banyak rasul yang diutus oleh Allah, meskipun ada hadits yang menyebutkan bahwa, misalnya, ada 313 orang rasul, sedangkan nabi jumlahnya lebih besar lagi sepanjang sejarah. Kita hanya tahu nama-nama nabi yang disebutkan di dalam Al Qur’an, wahyu terakhir yang diturunkan oleh Allah. Allah memberikan pengetahuan untuk kita tentang kehidupan para nabi agar kita bisa memahami amal perbuatan mereka. Melalui para rasul yang diutus-Nya, Allah menyampaikan kepada kita jalan hidup yang benar dan bagaimana bersikap dengan baik di dunia ini. Hanya melalui wahyu Allah itulah, kita bisa mengetahui bagaimana kita bersikap, dan perbuatan apakah yang lebih baik dan lebih sesuai dengan nilai-nilai Al Qur'an. Hanya melalui wahyunya itulah kita bisa mengetahui perbuatan yang diridhai oleh Allah dan diganjar dengan pahala tak terbatas, maupun perbuatan yang menyebabkan hukuman dari-Nya.

Di dalam Al Qur'an, Allah memberi tahu kita bahwa sepanjang sejarah Dia mengutus rasul-rasulnya kepada seluruh umat, dan para rasul itu memberi mereka peringatan. Para rasul ini mengajak umatnya untuk menyembah Allah, untuk berdoa kepada-Nya dan melaksanakan perintah-Nya. Dia juga menjelaskan kepada mereka bahwa jika tidak begitu, mereka akan dihukum. Singkatnya, mereka memperingatkan orang-orang tak beriman bahwa mereka akan diberi balasan. (Surga dan Neraka akan dibahas dengan lebih terperinci dalam bagian berikut.)

Wahyu-wahyu Allah sebelum Al Qur'an sudah tidak asli lagi, karena orang-orang bodoh dan orang-orang yang berperilaku tercela mengubahnya dengan kata-kata mereka sendiri dan bagian tambahan dari mereka. Oleh sebab itu, kitab aslinya, wahyu sebenarnya yang mula-mula disampaikan kepada para rasul, sudah tidak ada lagi saat ini. Akan tetapi, Allah telah menurunkan kepada kita Al Qur'an, kitab yang mustahil bisa diubah-ubah.
Nabi Muhammad SAW, dan orang-orang Islam yang hidup setelahnya menjaga Al Qur'an dengan sangat baik. Al Qur'an begitu jelas sehingga semua orang bisa memahaminya. Ketika kita membaca Al Qur'an, kita bisa segera memahami bahwa ini adalah perkataan Allah. Al Qur'an, yang sepenuhnya tetap terjaga keasliannya, berada dalam perlindungan Allah dan merupakan satu-satunya kitab wahyu yang akan dipertanggungjawabkan oleh manusia pada Hari Pembalasan.

Saat ini, seluruh umat Islam, di mana pun mereka berada, membaca Al Qur'an yang sama. Tidak ada satu perbedaan pun yang ditemui dalam satu kata atau hurufnya sekalipun. Al Qur'an yang diwahyukan pada Rasulullah SAW, dan dibukukan oleh Kalifah Abu Bakar RA dan kemudian dituliskan oleh Kalifah Usman RA yang hidup 1.400 tahun yang lalu, dan Al Qur'an yang kita baca sekarang adalah sama. Ada hubungan erat antara semuanya itu. Artinya, mulai semenjak Al Qur'an diwahyukan pada Nabi Muhammad SAW, Al Qur'an tetap terjaga seluruhnya. Ini karena Allah melindungi Al Qur'an dari orang-orang jahat yang berniat mengubahnya atau menambahkan bagian-bagian tertentu ke dalamnya. Dalam satu ayat, Allah memberi tahu kita bahwa Allah secara langsung menjaga Al Qur'an.
“Sesungguhnya kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS Al-Hijr: 9)
Kata ”Kami” dalam ayat ini berarti Allah sendiri. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah tidak punya sekutu. Dialah Allah Yang Maha Perkasa, Pencipta segalanya dan Zat Yang meliputi segala sesuatu dalam pengetahuan-Nya.

Dalam beberapa bagian Al Qur'an, Allah menyebut diri-Nya dengan kata ”Aku”, dan dalam beberapa bagian lain dengan kata ”Kami”. Dalam bahasa Arab, yaitu bahasa Al Qur'an, kata ”Kami” juga digunakan untuk menyebutkan satu orang dengan tujuan menambahkan kesan berkuasa dan rasa hormat pendengarnya. Dalam Bahasa Indonesia, kita pun kadang-kadang menyebutkan ”kami” meskipun yang kita maksud adalah ”saya” untuk lebih terkesan sopan. Dalam bagian-bagian berikut dalam buku ini, kalian akan melihat contoh ayat-ayat (dari Al Qur'an) dan surat (bab-bab Al Qur'an). Semuanya adalah kata-kata yang paling benar karena merupakan kata-kata Allah, Yang mengetahui diri kita lebih baik, bahkan dibandingkan diri kita sendiri.

Dalam Al Qur'an, Allah menginginkan agar kita belajar dari kehidupan para nabi. Salah satu ayat itu berbunyi:
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal….(QS Yusuf:111)
Orang yang dimaksud Allah dalam ayat ini adalah orang yang mengetahui bahwa Al Qur'an adalah perkataan Allah, sehingga mereka berpikir, menggunakan akalnya, dan berusaha keras untuk mempelajari Al Qur'an dan hidup menurut petunjuknya.
Jika Allah mengutus rasul kepada suatu umat, maka umat itu bertanggung jawab untuk melaksanakan perintah-Nya. Setelah menerima wahyu Allah, umat tersebut tidak bisa lagi memberi alasan pada Hari Pembalasan. Ini karena para rasul Allah telah menyampaikan kepada umat mereka pengetahuan tentang adanya Allah dan apa yang dikehendaki oleh Allah dari mereka. Jika seseorang telah mendengarkan petunjuk ini, dia pun bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Hal ini disebutkan di dalam Al Qur'an sebagai berikut:
(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan supaya tidak ada lagi alasan bagi manusia sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Allah adalah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS An-Nisaa’:165)
Allah telah menciptakan banyak bangsa di dunia ini. Beberapa di antara bangsa-bangsa, atau umat ini, menolak apa yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka dan bahkan mengingkari bahwa mereka itu adalah para rasul. Karena umatnya tidak mendengarkan perkataan para rasul itu, dan tidak menjalankan perintah Allah, mereka pun dihukum. Melalui rasul-Nya, Allah juga memperingatkan orang-orang yang membangkang dengan kehidupan yang sulit di dunia. Meskipun demikian, mereka terus saja menentang para rasul dan memfitnah para rasul itu. Bahkan, mereka begitu kejam, dan pernah pula membunuh para rasul itu. Oleh sebab ini, Allah memberi mereka hukuman yang layak mereka terima, dan di waktu berikutnya, umat yang baru menggantikan mereka. Dalam Al Qur'an, keadaan umat seperti ini diceritakan sebagai berikut:
Apakah mereka tidak memperhatikan betapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) telah kami kuatkan kedudukan mereka di muka bumi? Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir dibawah mereka. Kemudian kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri dan kami ciptakan setelah mereka generasi yang lain. (QS Al-An’am:6)
Dalam bab-bab berikutnya, kita akan membahas contoh-contoh teladan dari para rasul yang berjuang melawan umat yang membangkang.
Manusia dan Nabi Pertama: Adam

Dalam buku ini, kalian bisa membaca tentang kepalsuan teori evolusi, yang mengangap bahwa makhluk hidup muncul karena kebetulan.
Tentu kalian masih ingat, sewaktu kita berbicara tentang penciptaan manusia, kita menyebutkan bahwa manusia pertama di bumi adalah Adam AS. Adam adalah juga nabi pertama. Maksudnya, Allah mengutus seorang rasul kepada umat yang paling pertama yang Dia ciptakan di bumi, mengajari mereka dengan din (agama) dan bagaimana menjadi hamba-hamba Allah.
Allah mengajarkan kepada Adam cara berbicara dan nama-nama segala sesuatu. Hal ini dikisahkan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Dia mengajari Adam seluruh nama-nama (benda-benda). (QS Al-Baqarah:31)
Tentu, ini sangat penting. Di antara semua makhluk hidup, hanya manusia yang punya kemampuan berbicara. Berbicara adalah sifat yang khas pada manusia. Berkat kemampuan yang diberikan oleh Allah kepada Adam ini, manusia pun bisa mengetahui benda-benda di sekitarnya dan menamai benda-benda itu.

Generasi-generasi setelah Adam juga bisa berbicara, punya perasaan, merasa sedih atau gembira, mengenakan pakaian, menggunakan alat-alat dan perkakas serta punya bakat musik dan seni. Alat-alat musik seperti seruling, lukisan dinding, dan benda-bensa lainnya yang ditemukan oleh para ilmuwan di sisa-sisa peninggalan manusia purba membuktikan bahwa mereka pun manusia seperti kita. Dengan kata lain, bertolak belakang dengan pernyataan beberapa orang yang menyebutkan bahwa manusia pertama adalah makhluk liar, yaitu manusia setengah kera.

Tidak ada beda semut, katak, atau ikan yang hidup saat ini dengan fosil-fosilnya yang terlihat pada gambar ini.
Kalian tentu tahu bahwa kera atau pun hewan lainnya tidak bisa berbicara, berpikir, dan berbuat seperti manusia. Allah memberikan seluruh kemampuan ini hanya untuk manusia. (Untuk informasi lebih lanjut tentang hal ini kalian bisa membaca buku Keajaiban Penciptaan Allah karya Harun Yahya.)

Namun ada orang yang tidak mau menerima kenyataan bahwa manusia pertama adalah Adam dan menyatakan pendapat mereka sendiri: Mereka keliru membayangkan manusia pertama. Menurut khayalan mereka, manusia dan kera berasal dari makhluk yang sama, artinya, nenek moyang mereka sama, dan kemudian berkembang sehingga menjadi bentuk seperti sekarang ini. Jika kalian bertanya bagaimana hal yang aneh ini terjadi, mereka hanya memberikan jawaban sederhana: “Semuanya terjadi secara kebetulan.” Ketika kalian bertanya apakah ada bukti untuk pernyataan tersebut, mereka tidak bisa memberikannya. Kesimpulannya, tidak ada satu pun sisa-sisa peninggalan masa lalu yang membuktikan bahwa manusia berasal (atau berevolusi) dari makhluk lain.

Mungkin kalian bertanya-tanya, “Apakah sisa-sisa peninggalan masa lalu itu?” Jawaban singkatnya adalah: Bekas-bekas makhluk hidup yang telah mati. Bekas-bekas (yang kita sebut sebagai fosil) itu tetap ada selama jutaan tahun dan tak berubah. Akan tetapi, agar bisa terjadi, makhluk hidup tersebut haruslah berada dalam lingkungan tanpa oksigen. Misalnya, jika seekor burung di tanah tiba-tiba terperangkap dalam timbunan pasir jutaan tahun yang lalu, sisa-sisa tubuh burung itu akan tetap ada saat ini. Fosil juga bisa terjadi karena zat yang berasal dari pohon, yang disebut resin. Kadang-kadang zat seperti madu ini memerangkap seekor serangga sehingga menjadi benda keras yang disebut amber, yang mengawetkan serangga mati itu hingga jutaan tahun. Inilah cara kita mendapatkan informasi tentang makhluk hidup dari zaman purba. Bekas-bekas inilah yang disebut “fosil” itu.
Orang yang berpendapat bahwa manusia pertama terjadi dari makhluk seperti kera tidak bisa menunjukkan fosil apa pun yang membuktikan pendapat tersebut. Dengan kata lain, tak seorang pun pernah menemukan sebuah fosil makhluk hidup yang aneh itu, yaitu manusia setengah kera. Tetapi orang-orang ini membuat sendiri fosil-fosil palsu, gambar-gambar, dan foto yang bisa menutupi kepalsuan ini, dan bahkan mencantumkannya dalam buku-buku pelajaran sekolah.

Semua penipuan ini lambat-laun terungkap satu demi satu dan disampaikan kepada kita sebagai kebohongan ilmiah. Karena orang-orang seperti ini tidak punya kearifan dan keras kepala, hampir mustahil mereka mau mengakui adanya Allah dan mengakui bahwa Dia-lah yang menciptakan segalanya. Meskipun jumlah orang seperti itu terus berkurang, masih ada yang berusaha keras mengajarkan pendapat yang keliru ini melalui majalah, buku, koran, dan juga di sekolah. Agar orang percaya pada pandangan keliru ini, mereka berpegang pada pendapat mereka dan menyebutkan bahwa mereka punya data-data ilmiah. Padahal, segala penelitian yang dilakukan dan bukti yang diberikan oleh para ilmuwan cerdas membuktikan bahwa kera tidaklah berevolusi menjadi manusia.

Adam, manusia pertama yang diciptakan khusus oleh Allah, dalam segala hal sama dengan manusia saat ini. Dia tidak punya perbedaan. Inilah kenyataan yang disampaikan oleh Allah kepada kita di dalam Al Qur'an. Masih ada hal lain yang sangat penting yang disampaikan oleh Allah tentang Adam: Kisah tentang Adam dan setan, musuh umat manusia.
Musuh Terbesar Manusia: Setan
Kalian mungkin telah mengenal setan, tetapi apakah kalian tahu bahwa setan itu juga mengenal kalian dengan sangat baik dan menggunakan segala cara untuk menggoda kalian? Apakah kalian tahu bahwa tujuan setan yang sebenarnya (setan berpura-pura menjadi teman kalian) adalah untuk menipu kalian? Mari kita mulai dari awal dan ingatlah mengapa setan adalah musuh kita. Untuk ini, kita akan mulai dengan kisah tentang Adam dan setan di dalam Al Qur'an.

Dalam Al Qur'an, hingga Hari Pembalasan nanti, setan adalah nama umum untuk seluruh makhluk yang berusaha keras menyesatkan manusia. Iblis adalah setan pertama yang membangkang kepada Allah ketika Dia menciptakan Adam.

Menurut kisah Al Qur'an, Allah menciptakan Adam dan kemudian memanggil para malaikat untuk bersujud kepadanya. Malaikat patuh pada perintah Allah, tetapi Iblis menolak sujud kepada Adam. Dia dengan sombong berkata bahwa dia lebih mulia daripada manusia. Karena ketidakpatuhan dan pembangkangannya, dia diusir oleh Allah dari sisi-Nya.

Sebelum pergi dari hadapan Allah, Iblis meminta waktu kepada Allah untuk menyesatkan manusia. Tujuan Iblis adalah menggoda manusia sehingga bisa menjauhkan mereka dari jalan yang benar selama waktu yang diberikan untuknya. Iblis akan melakukan segalanya untuk membuat sebagian besar manusia patuh kepada dirinya. Allah menyatakan bahwa Dia akan memasukkan setan dan pengikutnya ke dalam neraka. Hal ini dikisahkan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian (Adam). Lalu kami bentuk tubuhmu , kemudian kami berkata kepada malaikat, ”Bersujudlah kalian kepada Adam,” maka mereka pun bersujud, kecuali Iblis. Dia tidak termasuk yang bersujud.

Allah berfirman, ”Apakah yang menghalangi kamu bersujud (kepada Adam) saat aku menyuruhmu?” Iblis menjawab, ”Aku lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.”

Allah berfirman, ”Turunlah kamu dari surga itu, karena kamu tidak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang yang hina”.

Iblis menjawab, ”Beri tangguhlah aku sampai waktu mereka dibangkitkan.”
Allah berfirman, ”Sesungguhnya kamu termasuk orang yang diberi tangguh.”
Iblis menjawab, “Karena Engkau telah menghukum aku tersesat, aku benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus.”

Kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan melihat kebanyakan mereka bersyukur (taat).

Allah berfirman, ”Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar akan Kuisi neraka jahanam dengan kalian semuanya.” (QS Al-A’raaf:11-18)
Setelah diusir dari sisi Allah, setan pun mulai berjuang terus hingga Hari Pembalasan. Karena itulah, dia memperdaya manusia, berusaha menyesatkan mereka, dan menggunakan cara-cara yang jitu untuk mendapatkan tujuannya. Seperti telah kalian pahami sekarang, setan adalah musuh yang bisa mendekati manusia dengan sangat licik. Karena itu, kalian harus selalu waspada untuk menghindarinya.

Jangan pernah lupa bahwa setan itu berdusta dalam perangkapnya saat ini untuk melawan kalian. Dia berusaha menghentikan kalian membaca buku ini dan memikirkan apa yang sedang kalian baca. Dia mencoba menghalangi kalian dari melakukan perbuatan baik, dan menjadikan kalian tidak patuh dan hormat kepada orang tua kalian, dan menghalangi kalian dari bersyukur kepada Allah, sholat dan selalu mengatakan kebenaran. Jangan pernah kalian biarkan setan menipumu dan menghalangi kalian untuk menjadi orang yang bersifat terpuji dan mendengarkan suara hati nurani kalian.

Kalian harus berlindung kepada Allah dan meminta pertolongan-Nya ketika bisikan setan menimpa kalian atau ketika kalian merasa tidak mampu melakukan amal saleh, karena semua ini merupakan tipu muslihat setan. Jangan pernah lupa bahwa setan tidak berdaya melawan orang-orang beriman.
Nabi Nuh AS
Nuh AS, seperti halnya semua nabi lainnya, mengajak umatnya ke jalan yang benar. Dia mengatakan kepada mereka bahwa mereka harus beriman kepada Allah, bahwa Dia-lah Pencipta segala sesuatu, bahwa mereka tidak boleh menyembah selain Allah, atau mereka akan dihukum. Kisah ini difirmankan di dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Dan sessungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata), ”Sesungguhnya Aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kalian, agar kalian tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya Aku khawatir kalian akan ditimpa azab pada hari yang sangat menyedihkan.” (QS Hud: 25-26)
Meski Nuh telah memperingatkan, hanya beberapa orang yang percaya kepada Nuh. Oleh karena itu, Allah memerintahkan Nuh membangun sebuah bahtera besar. Allah memberitahu Nuh bahwa orang-orang beriman akan diselamatkan di dalam bahtera itu.

Dibangunnya bahtera oleh Nuh, meskipun tidak ada laut di tempat itu, membuat orang-orang yang tidak beriman kepada Allah merasa heran. Oleh karena itu, mereka menertawakan Nuh. Orang-orang yang tidak beriman tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada mereka, sedangkan Allah mengetahuinya. Ketika bahtera tersebut telah dibangun, hujan lebat pun turun selama berhari-hari dan air pun membanjiri tanah itu, menenggelamkan segalanya. Bencana besar ini juga telah dibuktikan oleh para ilmuwan. Di Timur Tengah, banyak bukti terungkap yang menunjukkan bahwa gunung-gunung yang ada sekarang pernah tertutup oleh air.

Di televisi, kamu mungkin pernah melihat banyaknya bencana banjir di berbagai tempat di dunia. Dalam menghadapi bencana seperti itu, orang-orang pada umumnya naik ke atas atap untuk mencari pertolongan. Dalam keadaan ini, hanya helikopter atau bahteralah yang bisa menyelamatkan mereka. Namun, pada masa Nabi Nuh AS, hanya Allah yang mampu menyelamatkan mereka. Bencana ini, yang disebut dengan “Banjir Nuh”, sebenarnya merupakan siksa yang khusus ditimpakan oleh Allah untuk menghukum orang-orang yang tidak beriman kepada Nuh. Karena mereka mengharapkan pertolongan dari selain Allah, tidak seorang pun dari orang-orang ingkar itu yang naik ke atas Bahtera Nuh. Mereka memang selalu menutup telinganya dari peringatan Allah. Mereka tidak pernah percaya kepada Allah, mereka hanya percaya kepada makhluk Allah.

Kecuali atas kehendak Allah, tidak ada yang dapat melindungi kita. Orang-orang yang mengingkari kenyataan ini pada saat itu, mendaki gunung-gunung atau berlari ke dataran tinggi, namun cara itu masih tidak bisa menyelamatkan mereka dari tenggelam.
Sangat sedikit orang yang beriman kepada Allah dan mempercayai-Nya, yang mengantar mereka menaiki bahtera bersama Nuh dan selamat. Sesuai perintah Allah, mereka membawa sepasang dari setiap jenis binatang bersama mereka. Hal ini dikisahkan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Sebelum mereka telah mendustakan (pula) Kaum Nuh. Maka mereka mendustakan hamba kami (Nuh) dan mengatakan,”Dia orang yang gila dan dia sudah pernah diberi ancaman.”
Maka Nuh mengadu kepada Tuhannya, “Sesungguhnya aku adalah orang yang dikalahkan, oleh sebab itu tolonglah (aku).”
Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah.
Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku.
Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

Alangkah dasyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. (QS Al-Qamar: 9-16)
All the prophets who were sent to their individual communities communicated basically the same teaching and summoned their people to worship Allah and to obey the prophets. In return for their services, they asked for no wages since those people sent by Allah to communicate His Words do not do so. They render their services only because they love Allah and fear Him. Meanwhile, they face many difficulties: Their people slander them and subject them to cruel treatment. Furthermore, some peoples plotted to kill the prophets sent to them, and some even dared to do so. Yet because the prophets feared only Allah and no one else, no hardship daunted them. They never forgot that Allah would reward them bountifully both in this world and beyond.

Semua nabi yang diutus kepada masyarakat tertentu pada dasarnya menyampaikan ajaran yang sama dan mengajak umat mereka untuk menyembah Allah dan menghormati para nabi. Atas peringatan yang mereka sampaikan, para nabi itu tidak mengharapkan upah. Semua nabi yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan wahyu-Nya tidak pernah melakukan hal itu. Mereka beribadah karena mereka mencintai Allah dan takut kepada-Nya. Padahal, mereka menghadapi banyak kesulitan: Umat mereka memfitnah mereka dan memperlakukan mereka dengan kejam. Bahkan, ada yang berencana membunuh para nabi yang diutus pada mereka, dan bahkan ada pula yang berani membunuh mereka. Akan tetapi, karena para nabi hanya takut kepada Allah, dan tidak takut pada yang lain, tidak ada kekerasan yang membuat mereka gentar. Mereka tidak pernah lupa bahwa Allah akan memberi mereka pahala yang berlimpah di dunia maupun di akhirat.
Nabi Ibrahim AS
Dalam bagian ini, kita akan membahas berbagai sifat nabi yang Allah firmankan untuk kita perhatikan di dalam Al Qur'an.

Ibrahim AS termasuk salah seorang nabi. Ketika dia masih muda dan tidak seorang pun di sekitarnya yang mengingatkan dia akan adanya Allah, dia telah memperhatikan langit. Dengan cara ini, dia mengetahui bahwa Allah telah menciptakan segalanya. Hal ini difirmankan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang, (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata, ”Saya tidak suka yang tenggelam.”

Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit, dia pun berkata, ”Inilah Tuhanku.” Tetapi setelah itu bulan itu terbenam. Ibrahim bertkata, ”Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”

Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit dia pun berkata, ”Inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Namun tatkala matahari itu telah terbenam, Ibrahim berkata, ”Hai kaumku, sesungguhnya aku melepaskan diriku dari apa yang kalian persekutukan!”
Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi, cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS Al-An’aam: 76-79)
Ibrahim AS berkata kepada umatnya agar tidak menyembah tuhan selain Allah:
Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, ”Apakah yang kalian sembah?”

Mereka menjawab, ”Kami menyembah berhala-berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya.”

Berkata Ibrahim, ”Apakah berhala-berhala itu mendengar (doamu) sewaktu kalian berdoa kepadanya?”

”Atau dapatkah mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudarat?”
Mereka menjawab, ”Bukan karena itu. Sebenarnya kami melihat nenek moyang kami berbuat demikian.”

Ibrahim berkata, ”Maka apakah kalian memperhatikan apa yang selalu disembah
(oleh) kalian dan nenek moyang kalian dahulu itu?

Sesungguhnya apa yang kalian sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta Alam,
Yaitu Tuhan yang telah menciptakan aku, maka Dia-lah yang menunjuki aku,
Dan Tuhanku, Yang memberi makan dan minum kepadaku,
Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku,
Dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali),
Dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” (QS Asy-Syu’araa’: 69-82)
Musuh-musuh Ibrahim berusaha membunuhnya ketika Ibrahim menyeru mereka untuk beriman kepada Allah. Mereka membuat api unggun yang besar dan melemparkan Ibrahim ke dalamnya. Tetapi Allah melindungi Ibrahim dan menyelamatkannya dari api. Ini dikisahkan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Maka tidak ada jawaban kaum Ibrahim, selain mengatakan, ”Bunuhlah atau bakarlah dia.” Lalu Allah menyelamatkannya dari api. Sesungguhnya pada kejadian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang beriman. (QS Al-‘Ankabuut: 24)

Kami berfirman, “Hai api, dinginlah, dan selamatkanlah Ibrahim!” (QS Al-Anbiya: 69)
Allah-lah Yang menciptakan dan mengendalikan segalanya. Dengan kehendak Allah, api tersebut tidak membakar Nabi Ibrahim. Ini adalah mukjizat dari Allah dan wujud dari kekuasaan-Nya. Segalanya di bumi ini terjadi atas kehendak Allah. Tidak ada yang bisa terjadi tanpa kehendak dan kendali Allah. Jika Dia tidak menghendakinya, tak seorang pun yang bisa menyakiti atau membunuh orang lain. Allah memberi tahu kita dalam Al Qur'an:
Sesuat yang bernyawa tidak akan mati, melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya….(QS Al-Imran: 145)
Ibrahim tidak mati, meskipun dia dilemparkan ke dalam api, karena saat kematiannya telah ditetapkan oleh Allah, dan belum tiba. Allah menyelamatkan Ibrahim dari api.
Dalam satu ayat, Allah mengisahkan kepada kita bahwa Ibrahim adalah manusia dengan sifat terpuji:
Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penuh kasih dan selalu kembali kepada Allah. (QS Hud:75)
Allah mencintai manusia yang sepenuh hati menyembah-Nya. Seperti dijelaskan oleh ayat ini, tidak ingkar, memiliki sifat terpuji, dan tunduk kepada perintah-perintah Allah adalah sifat-sifat yang disukai menurut pandangan Allah.
Nabi Musa AS

Setelah wafatnya Musa, ada orang yang berniat jahat mengubah Taurat. Itulah sebabnya Taurat dan Kitab Perjanjian Lama yang dibaca orang sekarang sangat berbeda dengan kitab aslinya yang diwahyukan kepada Musa AS.
Musa AS adalah seorang nabi yang sering disebutkan oleh Allah di dalam Al Qur'an. Allah menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Tetapi, saat ini Taurat yang dimiliki oleh orang Yahudi dan tercantum dalam Kitab Perjanjian Lama dalam Alkitab orang-orang Kristen telah tidak asli lagi, karena perkataan dan ucapan manusia telah dimasukkan pula ke dalamnya. Namun, orang-orang Yahudi dan Kristen saat ini membaca kitab-kitab yang telah tidak asli itu karena menganggapnya berasal dari kitab asli yang diturunkan oleh Allah. Orang-orang Yahudi telah berpaling dari jalan yang benar karena kitab yang mereka percayai tidak lagi merupakan kitab wahyu yang dibawa oleh Nabi Musa AS.

Raja Mesir kuno dipanggil dengan sebutan “Firaun”. Sebagian besar firaun sangat sombong dan tidak beriman kepada Allah, bahkan menganggap diri mereka sebagai tuhan.
Kita mengetahui segalanya tentang kehidupan dan sifat terpuji Musa dari Al Qur'an. Seperti yang difirmankan dalam Al Qur'an, raja-raja Mesir kuno dipanggil dengan nama ”Firaun”. Sebagian besar dari firaun-firaun tersebut adalah orang-orang yang sangat sombong yang tidak beriman kepada Allah dan menganggap diri mereka tuhan. Allah mengutus Musa kepada salah satu penguasa terkejam ini.

Salah satu hal penting yang perlu kita bahas ketika membaca ayat tentang kehidupan Musa ini adalah “takdir”. Kejadian berikut ini membawa dia ke istana Firaun:

Pada saat Musa lahir, Firaun memerintahkan para tentaranya untuk membunuh semua bayi laki-laki di daerah itu. Musa AS adalah salah satu bayi yang berada dalam bahaya. Allah menyuruh ibunya untuk meninggalkan Musa dalam peti di sungai dan meyakinkannya bahwa Allah akhirnya akan mengembalikan Musa kepadanya sebagai nabi. Sang ibu menaruh Musa di dalam peti dan menghanyutkannya di sungai. Peti tersebut terombang-ambing di sungai dan beberapa waktu kemudian tiba di pinggir istana Firaun, tempat istri Firaun menemukannya. Dia membawa bayi itu dan memutuskan untuk membesarkannya di istana. Oleh sebab itu, tanpa sadar, Firaun telah memutuskan untuk mengasuh orang yang kelak akan menyampaikan wahyu Allah kepadanya dan menentang pendapatnya yang keliru. Allah menunjuki segala sesuatu dengan pengetahuan-Nya, dan Dia juga tahu bahwa Firaun akan menemukan Musa AS, dan membesarkannya di dalam istananya.

Bani Israil diperbudak oleh Firaun di Mesir.
Di atas kalian bisa melihat mereka menjalani kerja paksa.

Firaun yang kejam memenjarakan orang-orang yang beriman kepada Musa dan memperbudak mereka.
Ketika Musa lahir, Allah mengetahui bahwa dia akan dihanyutkan di sungai, bahwa Firaun akan menemukannya dan bahwa Musa akhirnya akan menjadi nabi. Beginilah Allah menetapkan takdir Musa dan menyampaikan ini kepada ibu beliau.
Di sini, kita harus memperhatikan kenyataan bahwa segala seluk-beluk kehidupan kita terjadi menurut takdir Allah yang telah ditetapkan sebelumnya.

Ketika telah beranjak dewasa menjadi seorang pemuda, Musa meninggalkan Mesir. Beberapa waktu kemudian, Allah menjadikannya seorang nabi dan rasul, dan juga menjadikan Harun AS sebagai pendamping beliau.

Keduanya pergi menemui Firaun dan menyampaikan pesan-pesan Allah kepadanya. Ini tentu adalah tugas berat karena tanpa ragu-ragu mereka menyeru seorang penguasa kejam untuk beriman kepada Allah dan menyembah-Nya. Seruan Musa AS ini dikisahkan sebagai berikut:
Kemudian Kami utus Musa sesudah rasul-rasul itu dengan membawa ayat-ayat kami kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, lalu mereka mengingkari ayat-ayat itu. Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang membuat kerusakan.

Dan Musa berkata, ”Hai Fir’aun, sesungguhnya aku ini adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Wajib atasku tidak mengatakan sesuatu terhadap Allah, kecuali kebenaran. Sesungguhnya aku datang kepadamu dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israel untuk pergi bersamaku.” (QS al-A'raf: 103-105)

Setelah jelas bahwa Firaun hendak membunuh seluruh orang beriman, mereka meninggalkan Mesir di bawah pimpinan Musa AS
Firaun adalah orang yang sombong dan angkuh. Karena dia menganggap telah menguasai segalanya, dia ingkar kepada Allah. Allah telah memberinya segala harta benda, kekuatan, dan kerajaan, tetapi karena Firaun bodoh, dia tidak mampu memahaminya.

Firaun menentang Musa dan tidak beriman kepada Allah, dan seperti telah diterangkan sebelumnya, dia adalah orang yang sangat kejam. Dia memperbudak Bani Israil (yaitu, bangsa nabi Musa). Ketika telah jelas bahwa Firaun berniat untuk membunuh Musa dan semua orang beriman, Bani Israil pun meninggalkan Mesir di bawah kepemimpinan Musa. Musa AS dan Bani Israel terdesak di antara lautan dan tentara Firaun yang mengejar mereka. Tetapi, bahkan dalam keadaan yang paling sulit seperti itu, Musa tidak pernah putus asa atau kehilangan kepercayaan kepada Allah. Melalui mukjizat untuk Musa, Allah membagi lautan itu menjadi dua dan membuat suatu jalan di lautan agar Bani Israil bisa lewat. Ini merupakan salah satu mukjizat besar yang dikaruniakan oleh Allah untuk Musa. Begitu Bani Israil mencapai pinggir pantai, laut pun bertaut kembali, menenggelamkan Firaun dan para tentaranya.
Allah menceritakan kejadian ajaib ini dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Keadaan mereka serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya, maka Kami membinasakan mereka disebabkan oleh dosa-dosa mereka, dan kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Semuanya adalah orang-orang yang zalim. (QS Al-Anfaal: 54)
Pada saat Firaun yakin ia akan mati, ia menyatakan bahwa ia beriman kepada Allah dan mencoba menyelamatkan dirinya. Kita tidak tahu apakah penyesalan yang ia rasakan di saat akhir ini ada gunanya, karena Allah hanya mengampuni kita ketika penyesalan kita ikhlas dan ketika dilakukan sebelum kematian. Allah adalah Maha Penyayang. Jika penyesalan kita baru datang pada saat kematian, tentu saja itu tidak ikhlas, dan penyesalan seperti itu tidak akan menyelamatkan seseorang. Mungkin inilah yang terjadi pada Firaun. Namun hanya Allah-lah yang tahu. Seperti yang disebutkan dalam kisah ini, kita harus hidup demi ridha Allah sepanjang hidup kita dan menghindari kekeliruan seperti yang telah diperbuat oleh Firaun. Jika kita tidak mampu melakukannya, penyesalan pada saat kematian mungkin tidak akan berguna. Allah menceritakan kejadian ajaib ini dalam Al Qur'an sebagai berikut:
Keadaan mereka serupa dengan keadaan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang sebelumnya. Mereka mendustakan ayat-ayat Tuhannya, maka Kami membinasakan mereka disebabkan oleh dosa-dosa mereka, dan kami tenggelamkan Fir’aun dan pengikut-pengikutnya. Semuanya adalah orang-orang yang zalim. (QS Al-Anfaal: 54)
Musa dan Bani Israel terdesak di antara laut dan tentara Mesir yang mengejar mereka. Tetapi dalam keadaan yang terdesak seperti itu pun, Musa tidak pernah putus asa atau kehilangan kepercayaan kepada Allah. Ajaib, Allah membagi laut menjadi dua dan mengadakan jalan di laut itu agar Bani Israel bisa melewatinya. Inilah salah satu mukjizat besar yang diberikan Allah untuk Musa. Setelah Bani Israel tiba di pinggir pantai, laut yang terbelah itu menyatu kembali, sehingga menenggelamkan Firaun dan tentaranya.

Pada saat Firaun yakin ia akan mati, ia menyatakan bahwa ia beriman kepada Allah dan mencoba menyelamatkan dirinya. Kita tidak tahu apakah penyesalan yang ia rasakan di saat akhir ini ada gunanya, karena Allah hanya mengampuni kita ketika penyesalan kita ikhlas dan ketika dilakukan sebelum kematian. Allah adalah Maha Penyayang. Jika penyesalan kita baru datang pada saat kematian, tentu saja itu tidak ikhlas, dan penyesalan seperti itu tidak akan menyelamatkan seseorang. Mungkin inilah yang terjadi pada Firaun. Namun hanya Allah-lah yang tahu. Seperti yang disebutkan dalam kisah ini, kita harus hidup demi ridha Allah sepanjang hidup kita dan menghindari kekeliruan seperti yang telah diperbuat oleh Firaun. Jika kita tidak mampu melakukannya, penyesalan pada saat kematian mungkin tidak akan berguna.
 

0 komentar:

Posting Komentar